3 Mei 2021

PENGEMBANGAN MINYAK KELAPA

 PENGEMBANGAN MINYAK KELAPA 

KARYA TULIS ILMIAH HASIL SURVEI 

Oleh : 

Ir. Sere Saghranie Daulay,M.Si 

Widyaiswara Madya 

2015 


BAB I  

PENDAHULUAN 

Latar Belakang 




Sebagian besar minyak goreng yang beredar di Indonesia adalah minyak goreng yang berasal dari minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan kelapa (crude coconut oil/CCO). Pada saat krisi ekonomi di tahun 1997, minyak goreng merupakan salah  satu produk yang sangat langka di pasar sehingga harganya melambung tinggi. Tidak mengherankan jika pemerintah selalu memantau dan mengendalikan harga komoditas minyak goreng. 


Minyak kelapa dihasilkan oleh industri kecil dan menengah pangan dengan menggunakan bahan baku hasil pertanian yaitu kelapa. Luas perkebunan kelapa di Indonesia diketahui sebagian besar adalah perkebunan rakyat. Luas areal tanaman kelapa di Indonesia pada tahun 2010 tercatat seluas 3,6897 ha merupakan 96,6% perkebunan rakyat dan 3,4% perusahaan perkebunan besar.  


Perkembangan areal perkebunan kelapa meningkat dari 1.595 ha menjadi 3.697 ha (tahun 2010) dengan rata-rata 4% per tahun. Adapun produksi meningkat dari 1.133 juta ton (tahun 1978) menjadi 3.048 juta ton (tahun 2010) dengan rata-rata peningkatan 5%  per tahun. 


Selanjutnya pada tahun 2013, luas panen produksi kelapa di seluruh provinsi di Indonesia adalah 1.611 ha (100%). Luas panen tersebut tersebar di Pula Sumatera seluas 640,92 ribu ha (39,77%), Jawa 241,21 ribu ha (14,97%), Bali dan NTB 113,34 ribu ha  (7,03%) Kalimantan 122,45 ribu ha (7,60%), Sulawesi 385,57 ribu ha (23,93%) dan Maluku, Irian Jaya 107,95 ribu ha (6,70%). Sekalipun memiliki areal perkebunan kelapa yang cukup luas, namun produktivitas tanaman kelapa tersebut masih tergolong  rendah, yaitu hanya sekitar 2,2 ton per ha secara total. Hal tersebut menjadu sebagai dampak pengelolaan perkebunan rakyat yang belum maju. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli perkebunan menghasilkan rumusan ciri-ciri perkebunan kelapa rakyat  sebagai berikut (Tarigan 2012). 


• Luas kepemilikan lahan usaha tani sangat sempit, rata rata 0,5 hektar per keluarga tani. Pola kepemilikan yang sempit ini akan menjadi lebih sempit sebagai akibat fragmentasi lahan yang tidak dapat dibendung sejalan denga budaya bangsa Indonesia. • Umumnya diusahakan dalam pola mono-kultur 


• Produktivitas usaha tani kelapa masih rendah rata-rata 1,1 ton equivalen kopra per hektar per tahun 


• Pendapatan usaha tani persatuan luas masih rendah dan fluktiatif sehingga tidak mampu mendukung kehidupan keluarga petani kelapa secara layak 


• Adopsi teknologi anjiran sebagai upaya meningkatkan produktivitas tanaman dan usaha tani masih rendah, karena kemampuan petani dari segi pemilikan modal tidak menunjang 


• Produk usaha tani yang dihasilkan masih bersifat tradisional yaitu berbentuk kelapa butiran dan kopra yang berkualitas sub standar dan tidak kompetitif 


BAB II 

KONDISI DAN PERMASALAHAN 


Kondisi dan permasalahan pada industri kecil dan menengah minyak kelapa, tidak terlepas dari kondisi dan permasalahan yang terdapat pada perkebunan kelapa rakyat sebagai pemasok bahan baku. Ciri-ciri perkebunan rakyat membuat pendapatan petani  menjadi sangat rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa adalah dengan meningkatkan nilai tambah dari produk yang selama ini dijual oleh petani dalam bentuk kelapa butiran ataupun kopra menjadi minyak kelapa yang dikelola  sendiri oleh para petani. 


Tingkat harga minyak kelapa yang lebih tinggi dari produk kelapa butiran ataupun kopra akan menghasilkan tambahan penghasilan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri. Usaha minyak kelapa telah ada sejak puluhan tahun lampau di Indonesia, karena tersedianya bahan baku dari tumbuhan kelapa yang secara alamiah tumbuh di Indonesia. Sumber daya alam yang melimpah tersebut tentu sangat menarik investor, baik domestik maupun luar negeri untuk mendirikan minyak kelapa di Indonesia. 


Pada tahun 2003, jumlah pabrik pengolahan minyak kelapa di Indonesia adalah 202 (dua ratus dua) buah yang tersebar di 23 (dua puluh tiga) propinsi. Jumlah pabrik terbanyak terdapat di propinsi Jawa Timur 26 (dua puluh enam) unit usaha dan di  Sumatera Utara 25 (dua puluh lima) unit usaha. Jumlah pabrik tersebut telah meningkat menjadi 400 (empat ratus) unit usaha pada tahun 2010 yang berarti telah tumbuh hampir 100%. Pada tahun yang sama, sebagian besar pabrik terbesar di Jawa Tengah  (98 unit usaha), Sumatera Utara (76 unit usaha),Riau (62 unit usaha) dan Sulawesi Utara (41 unit usaha). 


Pada tahun 2013, kapasitas produksi total pabrik-pabrik tersebut menunjukkan angka 1,2 juta ton per tahun. Sebagian besar dihasilkan oleh pabrik-pabrik yang terdapat di propinsi DKI Jakarta (447 ribu ton/tahun), Lampung (156 ribu ton/tahun), Jawa Barat  (107 ribu ton/tahun) dan Sulawesi Utara (97 ribu ton/tahun). Pada tahun 2010 kapasitas produksi total Indonesia tidak jauh berubah yaitu mencapai 1,2 juta ton/tahun. Namun demikian, total kapasitas pabrik tertinggi justru terdapat di Sulawesi Utara (491  ribu ton/tahun), disusul oleh Papua (126,5 ribu ton/tahun) dan Sulawesi Tengah (126,2 ribu ton/tahun). Propinsi Gorontalo dapat direkomendasikan sebagai tempat pengembangan usaha mintak kelapa mengingat pitensi bahan baku yang tersedia. Pengembangan industri kecil dan menengah minyak kelapa, tentu terkait dengan permodalan, sehingga perlu dilakukan studi kelayakan usaha pengolahan minyak kelapa yang komprehensif terutama menyangkut kelayakan investasi dengan skala usaha kecil  yang sesuai bagi para petani kelapa. 


Permasalahan produksi yang dihadapi oleh industri kecil minyak kelapa adalah harga bahan baku daging kelapa segar yang cukup fluktuatif. Pada saat harga daging kelapa segar naik, maka harga minyak kelapa menjadi naik. Persaingan usaha menjadi semakin ketat dengan perusahaan penghasil minyak goreng skala besar. Dengan demikian, sekalipun ketersediaan bahan baku tidak menjadi masalah dalam industri pengolahan minyak kelapa, namun masalah yang timbul lebih disebabkan oleh fluktuasi  harga bahan baku. Fluktuasi harga daging kelapa segar terjadi karena petani kelapa cenderung menjual kopra dibandingkan daging kelapa segar untuk memenuhi kebutuhan perusahaan besar. Hal ini menyebabkan harga bahan baku sangat tergantung pada  harga kopra.  


BAB III  

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 


ASPEK PASAR 


• Permintaan dan Penawaran Minyak Kelapa 

Industri pengolahan minyak kelapa yang menggunakan bahan baku baik dari bahan olahan kopra maupun dari daging kelapa segara, adalah industri minyak goreng, industri minyak kelapa dimurnikan, industri decicated coconut, industri makanan dan minuman lainnya. 

Pada tahun 2011, total produksi minyak kelapa Indonesia adalah 693,8 ribu metrik ton. Sebagian besar yaitu 395,02 ribu metrik ton diekspor ke luar negeri, sehingga total penawaran domestik adalah 278,82 ribu metrik ton. Permintaan berasal dari  industri makanan sebesar 215 ribu metrik ton dan penggunaan lainnya sebesar 63,82 metrik ton. Dengan penawaran dan permintaan demikian, terdapat kebutuhan domestik yang belum terpenuhi yaitu sebesar 20 ribu metrik ton. 


Selanjutnya, menurut data BPS, konsumsi minyak kelapa domestik rata-rata per kapita pada tahun 2006 adalah 0,1 liter per minggu. Konsumsi ini adalah tertinggi di antara konsumsi minyak dan lemak lainnya yang berkisar pada rata-rata 0 – 0,095 per kapita. Pada tahun 2013 pola konsumsi minyak kelapa dan lemak tidak jauh berubah, dimana konsumsi minyak kelapa masih cukup tinggi yaitu 0,1 liter perminggu sementara konsumsi mintak lainnya juga antara 0 – 0,01 liter per minggu (BPS, 2013). 


Permintaan minyak kelapa Indonesia juga berasal dari luar negeri. Perkembangan permintaan tersebut sangat dipengaruhi oleh konsumsi minyak kelapa dunia. Pada tahun 2011, konsumsi minyak kelapa dunia mencapai 3.366 ribu metrik ton. Konsumsi minyak kelapa tertinggi berasal dari negara-negara Eropa Barat yaitu 6570 ribu metrik ton (20,3%), USA 467 ribu metrik ton (16.6%), India 451 ribu metrik ton (16,1%), Filipina 289 ribu metrik ton (10,3%), Indonesia 228 ribu metrik ton (8,1%), Meksiko 123 ribu metrik ton (4,4%) dan negara lainnya 677 ribu metrik ton (24,4%).  


Konsumsi minyak kelapa dunia mengalami puncaknya pada tahun 2008 yang mencapai 3.625 ribu metrik ton dan pada tahun 2009 mengalami penurunan dan cenderung meningkat lagi pada tahun 2010-2011. Pada tahun 2011 pemenuhan konsumsi  dunia terhadap minyak kelapa maish kurang sebesar 141 ribu metrik ton. 


• Persaingan dan Peluang 

Pada umumnya, minyak kelapa yang diproduksi oleh industri kecil dijual dalam bentuk minyak curah. Persaingan pada usaha ini berasal dari penjualan minyak goreng perusahaan-perusahaan besar yang mempunya merek dagang tertentu yang berasal  dari minyak kelapa sendiri ataupun sawit namun dijual dalam bentuk minyak curah. Persaingan dapat diidentifikasi dari : harga, jenis, dan mutu dan penyediaan input. Meskipun demikian, peluang usaha untuk industri kecil masih tetap baik, hal ini disebabkan antara lain : 

• Semakin langkanya minyak kelapa tradisional, akan tetapi permintaan terhadap minyak kelapa ini cenderung meningkat 

• Kecenderungan preferensi konsumen yang semakin tinggi terhadap minyak goreng yang bebas dari bahan pengawet; dan 

• Masih tingginya permintaan yang datang dari luar daerah maupun permintaan dari luar negeri.

 

Peningkatan produksi kelapa telah mendorong peningkatan volume dan nilai ekspor minyak kelapa. Devisa negara yang diperoleh dari ekspor produk kelapa mencapai US$ 320 juta pada tahun 2010. Perkembangan volume dan nilai ekspor yang  berfluktuasi sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dalam negeri yang cenderung meningkat dan harga di pasar internasional. Pada tahun 1978, nilai ekspor minyak kelapa Indonesia hanya mencapai US$ 32 juta atau 174,2 metrik ton. 

Ekspor minyak kelapa Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2007 yang mencapai 6,4 ribu metrik ton dengan nilai US$ 401,65 juta. Sementara itu pada tahun 2010, ekspor minyak kelapa mencapai 7,3 ribu metrik ton dengan nilai US$ 319.67 juta. Tujuan ekspor utama  minyak kelapa Indonesia adalah ke negara Amerika Serikat, Eropa Barat, Irlandia, Singapura, Malaysia, Bangladesh, India, Srilanka, China, Taiwan dan Korea Selatan. 

Indonesia menduduki ranking pertama dalam luas produksi kelapa. Pada tahun 2009, luas panen produksi Indonesia mencapai 3,712 ha (31.2%) dari total areal dunia 11,909 ha (100%), yang kedua Filipina seluas 3,077 ha (25,8%), Srilanka 442 ha  (3,7%), Thailand 372 ribu ha (3,1%) dan negara lainnya 2,398 ha (20,2%). Sementara itu pada tahun 2003, kontribusi produksi minyak kelapa Indonesia menduduki posisi ke-3 di dunia sebesar 22,1% dan Filipina sebesar 43,9% dari total produksi  dunia.  


ASPEK PEMASARAN 


• Harga 

Perkembangan harga bahan baku dan minyak kelapa di pasar domestik dan internasional sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 sangat berfluktuasi terutama pada tahun 2007-2008. Harga rata-rata kopra dan minyak kelapa di pasar domestik dan  internasional selama 5 tahun terakhir menunjukkan hal tersebut. 

Data komoditas minyak goreng dari Bulog mengindikasikan fluktuasi yang tidak terlalu besar pada rentang waktu bulanan. Kenaikan harga minyak goreng yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2008. Pada tahun 2007 rata-rata harga minyak goreng adalah Rp 15.270/kg sedangkan pada tahun 2008 meningkat drastis pada tingkat rata-rata per bulan sebesar Rp 54.490/kg.  


• Jalur Pemasaran 

Jalur pemasaran hasil olahan minyak kelapa usaha kecil ternyata cukup singkat. Jalur pemasaran tersebut dapat dijelaskan menunjukkan bahwa ada tiga jalur pemasaran minyak kelapa olahan.  

Jalur pertama adalah dari pengusaha dijual kepada pedagang di pasar tradisional dan langsung ke konsumen.  

Jalur kedua adalah dari pengusaha yang dijual langsung ke konsumen.  

Pada jalur ketiga, pengusaha menjual produknya langsung pada pedagang eceran yang kemudian dijual ke konsumen. 


BAB IV  

PEMBAHASAN 


Sebagai kegiatan usaha industri kecil dan menengah pangan, maka usaha pengolahan minyak kelapa dapat digambarkan sebagai berikut. Produksi optimum yang dapat dihasilkan oleh kapasitas 2 ton daging kelapa adalah sekitar 30-35% minyak kelapa  atau sekitar 600 kg-700 kg minyak kelapa. Oleh karena itu dengan menggunakan input sebanyak 2 ton daging kelapa akan diperoleh bungkil kelapa sebanyak 400 kg sampai 500 kg. Produk ini dapat dijual sebagai bahan baku industri pembuatan pakan ternak dengan harga Rp 500 sampai dengan Rp 600 per kg. Dengan demikian, produk hasil olahan minyak kelapa sebetulnya ada 2 yaitu minyak kelapa dan kethak/bungkil kelapa. 

Namun demikian diketahui pula kendala produksi yang dihadapi oleh usaha kecil pengolahan minyak kelapa adalah harga bahan baku daging kelapa segar yang cukup fluktuatif. Pada saat harga daging kelapa segar naik, maka harga minyak kelapa  menjadi naik. Persaingan usaha menjadi semakin ketat dengan perusahaan penghasil minyak goreng terbesar. 


Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, ketersediaan bahan baku tidak menjadi masalah dalam usaha pengolahan minyak kelapa. Fluktuasi harga daging kelapa segar terjadi karena petani kelapa cenderung menjual kopra dibandingkan daging kelapa segar  untuk memenuhi kebutuhaaan perusahaan besar. Hal ini menyebabkan harga bahan baku sangat tergantung pada harga kopra. 

 

BAB V  

KESIMPULAN DAN SARAN 


Terhadap usaha industri kecil dan menengah pangan yang mengolah minyak kelapa perlu dilakukan suatu kajian kelayakan usaha secara finansial untuk dijalankan di Indonesia. 


DAFTAR PUSTAKA 


1. Irawan Prasetya,Dr.M.Sc, 2002. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta : Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi, Lembaga Administrasi Negara 

2. Tulus Tambunan T.H.Dr.2001. Perekonomian Indonesia Teori dan Temuan Empiris. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia 

3. Wuismann.J.J.J.M, 1996. Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 

4. Kebijakan dan Strategi Pengembangan IKM dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Global 2009 -2014. Publikasi Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah 2009 

5. Data Biro Pusat Statistik 2014.